.

.
.

Senin, 22 Maret 2010

SEJARAH PHI KUALA TUNGKAL (BAB VIII)

BAB VIII

PENUTUP

A. KATA PENUTUP

Kini, PP PHI telah banyak menghasilkan alumni yang sebagian dari mereka melanjutkan studinya, baik di dalam maupun luar negeri. Dari lembaga inilah telah banyak menciptakan para lulusannya yang bermamfaat bagi pemerintah dan bagi masyarakat dalam membangun manusia seutuhnya.

PP PHI adalah termasuk salah satu sekolah favorit di kalangan generasi muda dari kota hingga ke pelosok desa dan cukup dikenal oleh masyarakat dalam dan luar daerah Tanjung Jabung; (Jambi; dari Tanjung Jabung Timur, Bangko, Riau; dari Tembilahan, dll), serta cukup banyak sekali meraih penghargaan-penghargaan mulai dari tingkat lokal, regional, nasional (seperti dalam mengikuti even-even MTQ tingkat Propinsi maupun Nasional, serta internasional).

PP PHI berkembang mengalami pasang-surut hingga sekarang yang semula hanya memilik puluhan santri saja. Karena dalam kerangka modifikasi dan inprovisasi, kemudian MHI sampai saat ini di tingkat pusat (Kuala Tungkal) mempunyai beberapa jenjang pendidikan, mulai dari, SD, MI, MTS, SMU dan MA dengan memiliki murid hampir mencapai 1000 orang yang memiliki, 42 cabang yang tersebar diberbagai daerah.

Lembaga pendidikan yang semula bernama MHI (Madrasah al-Hidayah al-Islamiyah) yang kemudian berubah nama menjadi PP PHI (Pondok Pesantren Perguruan al-Hidayah al-Islamiyah), yang semula hanya berbentuk madrasah, kini berubah menjadi pondok pesantren.

Walaupun khusus di bidang pendidikan misalnya, PP PHI dapat dikatakan ”hampir” kalah bersaing dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif yang mampu melahirkan out put (santri) yang mampu berkompetisi dalam panduan ilmu sekaligus skill sehingga dapat menjadi bekal terjun kekehidupan sosial yang terus mengalami percepatan perubahan akibat modernisasi yang ditopang kecanggihan sains dan teknologi, namun PP PHI sendiri masih sanggup “melahirkan” sumber daya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu keIslaman dan penguataan teknologi secara sinergis berimplikasi terhadap kemacetan potensi pesantren kapasitasya sebagai agents of change dalam berpartsipasi mendukung proses transformasi sosial budaya. Sekarang, dan dengan wajah baru performance baru nantinya diharapkan PP PHI dapat mencoba untuk bangkit dari kevakuman.

Sampai di sini dapat ditegaskan, bahwa sekarang ini pesantren diminta merenungkan dengan benar langkah-langkahnya, baik yang telah diayunkan maupun yang akan diayunkan, langkah itu akan menentukan eksistensinya sebagai lembaga perekayasa budaya yang dapat diandalkan. Reorientasi untuk menentukan langkah-langkah tersebut sebagian besar terletak pada perencanaan pendidikan di pesantren dalam arti yang seluas-luasnya. Kegiatan pendidikan itu juga harus menggambarkan daya tarik yang khas yang pernah ada pada PP PHI yang telah lalu.

Akankah PP PHI dapat mengulang kembali kecemerlangan-kecemerlangan masa lalu pada masa sekarang? Dapatkah PP PHI mempertahankan keunggulannya, eksistensinya dan konsistensinya dalam menciptakan yang juga pernah dimilikinya pada masa lalu dan sebagian masih dimilikinya pada masa sekarang? Semua jawabannya ada pada diri kita.

PP PHI pernah berjaya, sebelum banyaknya bermunculan sekolah-sekolah umum, seperti SMP dan SMA selama sekitar lebih 6 dekade. Namun kurang dari satu dekade terakhir awal abad ke-21, PP PHI mulai turun pamor, dengan banyak munculnya persoalan-persoalan yang mengakibatkan dekadensi moral di kalangan santrinya, terlebih lagi sesama majlis guru. Betapa tidak, sekolah yang berada di tengah kota, dekat pasar, pelabuhan, jalan raya, tempat berkumpulnya manusia yang mata mereka selalu mengintai tindak-tanduk dari sekolah ini.

Ini kenyataan yang tidak bisa dibantah atau disanggah lagi. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Kuala Tungkal khususnya Tanjung Jabung Barat umumnya adalah masyarakat yang fanatik agama. Sedikit menyalahi aturan agama ajaran Islam maka persoalan itu akan mencuat ke masyarakat. Karena keadaan ini akan berdampak kepada PP PHI sendiri dan kepercayaan masyarakat, yang mana nantinya dianggap tidak mampu lagi menanamkan pendidikan agama Islam yang diharakpkan oleh keberadaannya sebagai pondok pesantren itu sendiri dan masyarakat luas. Bagaimanakah kita menanggapi hal ini?

Hal ini merupakan tantangan bagi PP PHI untuk tetap berdakwah dan menjaga tatanan masyarakat yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dalam membendung arus globalisasi yang negatif dan sistem kapitalis yang dirasakan kehadirannya begitu dekat dengan lokasi pondok pesantren.

Selanjutnya, dapatkah kita menghilangkan imej di kalangan masyarakat tersebut untuk mengembalikan PP PHI ke khiththah dengan mengembalikan pesantren kepada fungsi pokok yang sebenarnya juga harus diwujudkan? Oleh karena itu PP PHI harus mampu bersaing dengan sekolah-sekolah negeri yang banyak bermunculan.

Oleh karena itu, kita mengajak diri kita semua untuk memikirkan krisis santri, ustaz, sarana dan prasarana dalam PP PHI. Dapatkah para kiyai merancang agar melahirkan kiyai muda lebih banyak? Setidaknya santri mampu untuk membaca kitab kuning, agaknya tidak sulit lagi santri itu kembali ke kampung halamannya dan seterusnya tidak akan terlalu sulit ia menempatkan posisi dirinya sebagai kiyai sungguhan di tengah kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.

Semoga para kiyai dapat terus berperan secara signifikan, karena ia dianggap memiliki pengaruh secara sosial dan politik karena memiliki puluhan ribu alumniya, dan berpengaruh secara mendalam dalam hati orang lain, dan bersamaan dengan itu pula masuknya iman dalam qalbu orang yang menghadapinya, baik dalam peribadatan ritual walaupun dalam prilakunya sehari-hari, dalam berbagai upacara keagamaan, penghormatan orang pada Sang kiyai.

Kepada para pendidik, berikanlah teladan kepada para pelajar PP PHI untuk lapang dada dan ikhlas menyandang beban, rela dan berani berkorban. Mari kia mencari keridaan Allah SWT.

Berdasarkan hal ini, marilah kita galang persatuan dengan kokoh dan kompak, hilangkan peerbedaan pandangan dan kecurigaan dengan “Rekat Ukhuwah Hilangkan 'Adawah Menuju Mardhotillah” Insya Allah SWT komplek pendidikan PP PHI terpadu yang kita dambakan, cepat atau lambat pada akhirnya akan terwujud juga. Semoga harapan ini bisa menjadi kenyataan.

Kini PP PHI terus berbenah dan berkembang mengikuti lintasan kehidupan dengan tetap mempertahankan independensinya dan konsistensinya dalam memainkan peran sebagai lembaga pendidikan dan pemberdayaan sosial dan sebagai benteng kencangnya arus globalisasi. Dalam upaya untuk mempertahankan eksistensinya, PP PHI harus mampu mempertahankan pola-pola yang selama ini dikembangakan dengan tidak mengabaikan begitu saja tuntutan kekinian yang semakin mengglobal.

Sejarah panjang PP PHI yang selama masa kemunculan dan perkembangannya sampai sekarang dapat membuat kekuatan tersendiri dalam bentuk bentuk watak kemandirian pesantren yang hingga kini tetap teruji, serta mampukah hidup mandiri dan berdikari? Oleh karena itu kepada pemerintah, khususnya pada instansi yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan (Depag dan Diknas) agar kiranya memperhatikan dengan seksama dan memberikan perhatian yang sangat serius terhadap PHI serta memberikan bantuan yang membuatnya terus dapat bertahan di tengah “kegilaan” dunia yang semakin mengglobal.

PP PHI Terus berusaha menciptakan strategi-strategi baru untuk menyubangkan kemampuannya dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Strategi-strategi itu terus diuji-terapkan sesuai dengan skala prioritas dan tangan PP PHI. Namun berkat keuletan, ketekunan dan kekompakan pengurus dan guru-gurunya serta murid-muridnya sampai sekarang masih tetap eksis. Insya Allah. Amin.....

B. SARAN-SARAN

Bila nantinya PP PHI mampu mengambil tiga paradigma dalam dunia pendidikan, yaitu: paradigma sains, paradigma logis, dan paradigma mistik. Tidak mustahil PP PHI akan melejit seperti roket meninggalkan sekolah-sekolah lain yang ada dengan tetap mempertahankan nilai-nilai lama yang positif, sementara nilai-nilai baru akan terseleksi; pesantren tidak akan “gugup” dan “gagap” dalam menghadapi arus globalisasi. Bahkan paradigma kedua memberikan kemungkinan pada pesantren agar mampu tidak hanya sekedar sebagai filter budaya, melainkan mampu menjadi perekayasa dan pengontrol budaya.

Hal itulah idealnya PP PHI masa depan dalam menjawab tantangan arus globalisasi; gejala untuk munculnya pesantren ideal sudah ada kelihatan disana-sini. Bila banyak orang ikut mempercepat munculnya, tentu pesantren ideal itu akan lebih cepat terwujud. Apabila sudah terwujud, maka sumbangannya bagi pembangunan masyarakat, termasuk pencapaian tujuan pendidikan, diharapkan akan semakin besar. Sehingga akhimya PP PHI-pun mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang ada, dan akan berkembangan pembangunan fisik dan terciptanya komplek PP PHI terpadu, kenapa tidak?

Karena itulah, di masa mendatang PP PHI harus lebih ditingkatkan lagi, mutu pendidikan, guru, sarana prasarana, dan dana pemerintah juga harus lebih baik lagi memberi perhatian kepada pesantren. Bagaimanapun juga, pesantren membantu mencerdaskan bangsa, tugas yang sesungguhnya diamanatkan negara kepada pemerintah. Karena itu, pemerintah jangan diskriminatif, seperti menganaktirikan pesantren melalui peraturannya. Ingat, pendidkan tidak bisa ditawar-tawar. Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan mementingkan pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa resistensi pondok pesantren dalam menghadapi arus globalisasi agaknya dapat diandalkan. Namun, sebagaimana telah dijelaskan, keteladanan itu akan ditentukan oleh kekuatan-kekuatan istimewa yang dimiliki oleh Sang kiyai. Tetapi walau bagaimanapun kuatnya kiyai dan pesantren mempertahankan nilainya, perubahan juga tetap akan terjadi. Buktinya PP PHI sekarang telah berubah, bukan seperti yang dulu lagi. Banyak dinamika dan romantika dalam mengelola pesantren ini. Kendala yang paling dirasakan adalah sarana prasaranan dan tenaga pengajar yang berkualitas.

Dari sisi lain, peran PP PHI menemukan momentumnya terutama dalam menjawab tantangan zaman atau proses modernisasi yang terus berlangsung. Salah satunya adalah fenomena globalisasi yang dalam beberapa hal menyisakan persoalan bagi kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi ini.

PP PHI sekarang, seolah-olah mu’allaqah ”Bainal manzilatain” yang tidak tahu bakal kemana arah perkembangan PP PHI selanjutnya, apakah lebih mengedepankan ciri khas pondok yaitu kitab kuning, ataukah kitab putih yang seolah-olah ”ujuduhu ka’adamihi” antara ada dan tiada. Sungguh sangat membingungkan. Hendaklah semua unsur PP PHI saling bekerja sama untuk menyelesaikan segala persoalan yang selalu menyelimuti benak kita semua. Diharapkan dengan adanya kerja sama antar komponen PP PHI, nantinya dapat meraih harapan yang teleh dicita-citakan oleh ”assâbiqūnal awwalūn” yang tergabung dalam kelompok pembaharu pendidikan Islam Kuala Tungkal tersebut. Bagaimanakah semua kalangan dapat melihat orientasi ke depan dan merespon mengenai persoalan yang semakin bergejolak yang hampir mengenai segala aspek kehidupan yang sekarang ini semakin menggila.

Kepada semua warga PP PHI, tentu kita berharap untuk terlibat langsung dalam usaha pembaharuan ini. Jaganlah terlalu banyak menumpukan harapan pada yayasan atau kelompok kecil pemikir progressif yayasan. Boleh saja kelompok ini ada misalnya: Badan Penyantun PP PHI, Panitia Pembangunan PP PHI dan Keluarga Besar dan Alumni PP PHI) sebagai inner dynamic (inti penggerak) pembaharuan, namun tanpa dukungan aktif dari warga PP PHI secara keseluruhan dapat dipastikan usaha ini akan terhenti di tengah jalan.

Namun pada kenyataan dewasa ini, sesuai dengan cepatnya perubahan zaman dan pesatnya perkembangan makân, juga membawa dampak pada sikap dan tingkah laku siswa PP PHI tersebut. Sehingga seringkali menunjukkan sikap yang kurang terpuji di mata masyarakat sebagai santri pondok pesantren. Baik dengan mudah berkata kotor, berbuat ugal-ugalan atau meniru sikap kurang baik. Sehingga seringkali menimbulkan asumsi dikalangan masyarakat bahwa PP PHI sekarang sangat jauh berbeda dengan siswa yang bersekolah di lembaga pendidikan yang bukan pesantren/sekolah umum. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pencerminan akhlak yang semestinya dilakukan oleh santri dalam betindak-tanduk dan bertingkah-laku dalam pandangan masyarakat.

Kalau sudah begini jadinya, apakah yang akan kita perbuat dalam mempertahankan eksistensinya sebagai pondok pesantren dalam dunia pendidikan Islam Tanjung Jabung Barat? Inilah PR buat kita semua. Apakah kita akan rela meng-iyakan jika ada orang lain mengatakan, “PP PHI hanyalah “sekolah buangan” yang menerima “sampah buangan” (tempat peralihan bagi pelajar yang tidak lulus di sekolah negeri)?” Jawabnya tegas, “TENTU TIDAK”. Begitu gusarnya hati kita ketika mendengar pernyataan itu yang kesemuanya itu adalah realita dan fakta yang tidak bisa dibantah kenyataannya, begitulah adanya. Padahal dahulu PP PHI pernah mengalami al-‘ashr al-zahabi’ (zaman keemasan).

Sampai sekarang PP PHI-pun terus berbenah diri dan ingin berubah sedikit demi sedikit secara bertahap menaiki tangga yang lebih tinggi step by step selangkah demi selangkah slowly but sure sesuai dengan perkembangan zaman, dengan terus akan tetap memelihara ciri-ciri khas sebuah pesantren, yaitu dengan megedepankan pelajaran agama yang pengkajiannya langsung bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits, dan katab-kitab klasik (kitab kuning/kitab gundul) dengan formula “al-muhafazoh 'ala al-qodim al-shôlih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah”, sehingga pesantren dalam perkembangannya menjadi lebih terbuka.

Menapak tilas dan mencoba bercermin ke belakang mungkin dengan kembali ke khiththah melihat apakah sebenarnya yang diinginkan oleh pendiri dan pemimpin PP PHI dan masyarakat Kuala Tungkal terdahulu, dan kita bersama-sama mencari bagaimanakah win-win solution yang tepat untuk PHI ke depan, hal itulah yang dibutuhkan.

Dengan harapan semoga sampai nanti hingga waktu yang tidak ditentukan PP PHI tetap eksis walaupun terus dihempas gelombang globalisasi dan modernisasi yang tak tanggung-tanggung hebatnya. Menurut pengamatan penulis, tidak adal satupun pondok peasntren di provinsi Jambi ini yang berkembang memiliki 42 cabang yang tersebar di berbagai daerah Tanjung Jabung. Perjuangan masih panjang, roda terus berputar sesuai dengan perkembangan zaman, masih banyak hal yang harus dilakukan agar tetap eksis dalam perjalanannya. Semoga PP PHI akan dapat meneguhkan konsistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang siap melaksanakan penyebaran ajaran Islam dan mempertahankan eksistensinya sebagai pondok pesantren yang siap mencetak generasi Islam yang berkualitas.

Cukup lama kiprah PP PHI sebagai lembaga pendidikan yang pertama dilakukan di daerah Kuala Tungkal ini dan yang kemudian dikembangkan lebih luas oleh anak cucu dan murid-muridnya di mana ditanamkan ajaran-ajaran Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan pandangan hidup yang berdasarkan keseimbangan antara kegiatan duniawi dan ukhrawi ternyata kemudian banyak mempengaruhi perkembangan masyarakat yang berlangsung sesudahnya di daerah ini.

Demikianlah sejarah berdirinya MHI yang kemudian berubah nama menjadi PP PHI, serta perkembangannya, yang mana sepanjang perjalanannya banyak sekali mengalami berbagai hambatan dan rintangan yang menerpa, mulai dari penjajahan Belanda, Jepang, Indonesia merdeka hingga zaman global saat sekarang ini.

Semoga pemerakarsa berdirinya PP PHI ini, KH. M. Daud Arif diletakkan di sisi Allah SWT di tempat yang layak dan semua amalnya diterima-Nya. Kemudian untuk mengenang jasa-jasa Beliau, maka Pemerintah Tanjung Jabung Barat mematrikan nama Beliau menjadi nama sebuah rumah sakit, yaitu RSUD KH. M. Daud Arif Kuala Tungkal yang terletak di Jalan Syarif Hidayatullah No.14 yang berada di atas areal tanah seluas 2,8 Ha. Pada tanggal 2 Desember 2002, DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang “Susunan Organisasi Rumah Sakit Daerah”. Maka sejak saat itu nama RSUD Kuala Tungkal berubah menjadi “RUMAH SAKIT DAERAH KH. M. DAUD ARIF KUALA TUNGKAL“.

Alhamdulillâhi robbil ’ âlamin.


DAFTAR RUJUKAN

Anonim (2007). Prospektus 2007-2008 IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi: Paradigma Baru Menuju Universitas Islam Negeri. IAIN STS Jambi: Jambi.

A. Mujib, dkk (2003). Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren, Jilid 3. Diva Pustaka: Jakarta.

Abdul Halim Kasim (1997). Sejarah Singkat Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. Yayasan PHI Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

Abuddin Nata (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Angkasa: Bandung.

Ahmad Hariadi (1995). Ahmadiyah Qodiyani: Memutarbelitkan Ayat Al-Qur’an dan Hadits Tentang Nabi Pungkasan. Yayasan Kebangkitan Kaum Muslim: Bandung.

Ahmad Tafsir (2000). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Amin Haedari, dkk (2004). Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global. IRD Press: Jakarta.

Biro Humas Pemda Tk. I Jambi (1995). Uraian Kegiatan Dalan Gambar Provinsi Daerah Tk. I Jambi: Jambi.

Biro Humas Sekretariat Daerah Provinsi Jambi Tahun 2000 (2000). Kumpulan Pidato Gubernur Jambi Drs. H. Zulkifli Nurdin, M.BA. Perpustakaan Wilayah Provinsi Jambi: Jambi.

Biro Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah Provinsi Jambi (2008). Buku Panduan dan Materi Pelatihan Teknis Pengelolaan Pondok Pesantren Mandiri se-Propinsi Jambi. Biro Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah Provinsi Jambi: Jambi.

Depag RI (2004). Profil Pondok Pesantren Mu'adalah. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren: Jakarta.

Depag RI (2004). 150 Tahun (1925-2075) Kalender Masehi- Hijriyah. Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam: Jakarta.

Depag RI (2005). Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional: Paradigma Baru. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren: Jakarta.

Departemen P & K: Peroyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (1981). Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat. TP: Jambi.

Departemen P & K: Peroyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (1982). Sejarah Pendidikan Daerah Jambi. CV. Anita: Jambi.

Departemen P & K. (1985). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi. Karya Kita: Jambi.

Departemen P & K. (1986). Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Jambi. Karya Kita: Jambi.

Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan (1984). Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatera 1945-1950. Perc. Poloks: Medan.

Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren (2005). Mozaik Pesantren: Media Informasi dan Pemikiran Pesantren, Edisi II. CV. Ababil Citra Media. Jakarta.

Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren (2005). Mihrab, Edisi II. CV. Kawula Muda: Jakarta.

Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren (2007). Direktori Pesantren I: Direktorat Pendidikan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia: Jakarta.

Effendi Hasan (2004). Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949). Legiun Veteran Republik Indonesia Kabupaten Tanjung Jabung Barat: Kuala Tungkal.

Elmi Mursyam (1988). Studi Tentang Persepsi Wanita Suku bajau Terhadap Pendidikan Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.

Enung K. Rukiati (2008). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Pustaka Setia: Bandung.

Hariyanti (1992). Pengaruh Kwalitas Guru Terhadap Prestasi Belajar Murid Bidang Studi Pendidikan Agama Di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. IAIN STS Jambi: Jambi.

Hasbi Indra (2005). Pesantren dan Transformasi Sosial. Penamadani: Jakarta.

Hasbullah (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. RajaGRafindo Persada: Jakarta.

Heri sucipto (Editor) (2007). Islam Mazhab Tengah. Grafindo: Jakarta.

Hiroko Horikoshi (1987). Kyai dan Perubahan Sosial. P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat: Jakarta.

Imam Bawani (1987). Segi-segi Pendidikan Islam. Al-Ikhlas; Surabaya.

Lembaga Adat Kabupaten Tanjung Jabung Barat (2003). Buku Panduan Pengukuhan dan Pemberian Gelar Adat Di Bumi Serengkuh Dayung Serentak Ke Tujuan: Kuala Tungkal.

Kantor Departemen Penerangan/Puspenmas (1985). Penerangan Pembangunan. Tanjung Jabung-Kuala Tungkal.

Mahmud Yunus (1983). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hidakarya Agung: Jakarta.

Martin van Bruinnessen (1995). Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Tradisi Islam di Indonesia. Mizan: Bandung.

MA PHI (OSIS) (1997). Buletin MA PHI, Edisi I. MA PHI Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

MA PHI (2000). Najwâ al-Nafisa, MA PHI Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

----------- (2001). Nafasah al-Khawâtir, MA PHI Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

----------- MA PHI (2003). Al-Anwar as-Sathi'ah, MA PHI Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

Murni Djamal (2002). DR. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya Dalam Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau Pada Awal Abad ke-20. INIS: Leiden-Jakarta.

M. Harun (2008). Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nadwah Kuala Tungkal: Kuala Tungkal.

M. Ridwan (1994). Pola Belajar Nahwu dan Shorof Dengan Prestasi Belajar Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. IAIN STS Jambi: Jambi.

M. Sulthan Masyhud (2003). Manajemen Pondok Pesantren: Diva Pustaka: Jakarta.

Nur Syarifah Sugito (1996). Pengaruh Minat Baca Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa/Siswi Terhadap Pelajaran Bahasa Arab Di Madrasah Aliyah Negeri Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.

PP As'ad (2002). Buku Panduan Opentren. PP. As'ad Jambi: Jambi.

PP PHI (2009). Profil PP PHI Kuala Tungkal. PP PHI: Kuala Tungkal.

Rahimah (1991). Suatu Tinjauan Administrasi Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. IAIN STS Jambi: Jambi.

Rumiyati (1994). Studi Korelasi Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah Riyadhul Jannah Desa Bramitam Kiri Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.

Siti Fatimah (1989). Keberadaan Pondok Pesantren al-Hidayatul Islamiyah Dalam Perkembangan Pendidikan Agama Islam Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.

Slamet Effendy, dkk (1983). Dinamika Kaum Santri. Rajawali: Jakarta.

Sugeng Edy Saputra (1993). Tinjauan Pelaksanaan Administrasi Pendidikan Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. IAIN STS Jambi: Jambi.

Supangat (1991). Studi Perbandingan Pola Aktivitas belajar Siswa Berprestasi Tinggi Dengan Siswa Berprestasi Rendah Dalam Bidang Studi Bahasa Inggri Di MAN Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.

Suwendi (2004). Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Team Peneliti IAIN STS Jambi (1979). Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Jambi. IAIN STS Jambi: Jambi.

Wardah (1997). Upaya Siswa Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Di Madrasah Aliyah Perguruan Hidayatul Islamiyah Kuala Tungkal. IAIN STS Jambi: Jambi.

Wardiman Djojonegoro (1996). Lima puluh Tahun perkembangan Pendidikan Indonesia. Depdikbud: Jakarta.

Yacub (1985). Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa. Angkasa: Bandung.

Zamakhsyari Dhofier (1984). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Gidup Kyai. LP3ES. Jakarta.

Zubaidah (1991). Mesjid Al-Istiqomah Sebagai Lembaga Pendidikan Agama Islam Bagi Masyarakat Kelurahan Tungkal III Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung. IAIN STS Jambi: Jambi.


INTERNET

Ahmad Fathul Bari, Sejarah Pemikiran Islam di Indonesia, http/blog/spot,html.

Bahron Anshori, Sejarah Khilafah ‘Alaminhajin Nubuwwah: Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi I, http/blog/spot,html.

Hlistyowati, Sumpah Pemuda, Kisah Patriotisme Pemuda Indonesia untuk Mempersatukan Bangsa, http/blog/spot,html.

Indra J. Piliang, Sebagian Besar Caleg Terindikasi Polbus, http/blog/spot,html.

Risman Dukhan, Sejarah Islam Nusantara: Islam meretas kebangkitan, http/blog/spot,html.

Wajidi, Sejarah Lokal dan Nasionalisme, http/blog/spot,html.

Wajidi, Musyawaratutthalibin, http/blog/spot,html.


INTERVIEW DAN DOCUMENTASI

1. KH. M. Arsyad (87 thn)

2. KH. Kasyful Anwar al-Hafizh (80 thn)

3. Hj. Sampurna (80 thn)

4. Hj. Saniah H. Daud (78thn)

5. KH. Hasanuddin (alm) (78 thn)

6. Ust. Hasan Basri (75 thn)

7. KH. Abdul Halim Kasim, SH (73 thn)

8. Hj. Afifah H. Daud (64 thn)

9. KH. Saman Awang (64 thn)


0 komentar:

Posting Komentar