.

.
.

Senin, 22 Maret 2010

SEJARAH PHI KUALA TUNGKAL (BAB VII)

BAB VII

PERAN PP PHI

DALAM PERKEMBANGAN TANJUNG JABUNG BARAT

Setiap tahun ajaran baru, maka semakin bertambahlah pula santri yang ingin mengenyam pendidikan di PP PHI, ribuan umat Islam Tanjung Jabung yang merindukannya ingin bersekolah disini. Begitu strategisnya keberadaan PP PHI ini dalam rangka menciptakan generasi yang berakhlakul karimah dan berilmu pengetahuan. Harus diakui, bahwa PP PHI telah banyak melahirkan banyak lulusan yang 'alim dalam ”kitab kuning”, bahkan juga ”kitab putih”.

Tidak dapat dihitung lagi, berapa banyak jumlah santri yang telah menamatkan pendidikannya di PP PHI, mungkin puluhan ribu sudah ia ”menelorkan” alumninya. Tidak ada angka pasti untuk itu. Angka yang cukup segnifikan bukan? Sungguh fantastis. Itulah jawabah yang tepat. Hal itu cukup wajar, karena PP PHI telah berdiri cukup lama, 3/4 abad silam tepatnya.

Tak pelak lagi, bahwa lulusan dari PP PHI, banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. banyak melahirkan pemimpin masa lalu, kini, dan agaknya juga di masa datang, khususnya di kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan propinsi Jambi umumnya. Karena PP PHI sendiri jauh-jauh dari dulu sudah siap mental mempersiapkan lulusannya untuk/mesti kembali ke desa mengembangkan kehidupan beragama di sana.

Lulusan PP PHI, banyak dari mereka tercipta menjadi orang yang ternama yang berhasil dan sukses menjadi figur ulama, muballigh, qori', khthath dan da'i. bukan hanya sekedar bergerak di bidang agama saja, tetapi di bidang umum, ada juga di antara mereka yang menjadi umara, politisi, wartawan, pengusaha, terlebih lagi dosen pada perguruan tinggi negeri maupun swasta dan lain sebagainya yang tersebar di pelosok daerah di propinsi Jambi, juga di luar daerah, dan banyak lagi yang lainnya. Di antara mereka ada juga yang melanjutkan studinya ke pulau Jawa (Jakarta; misalnya), ke Amerika Serikat (Canada; misalnya) hingga ke Timur Tengah (Yaman; misalnya) serta di antara beberapa alumninya mampu untuk mendirikan pondok pesantren, madrasah dan Perguruan Tinggi.

Dari latar belakang pengalaman historis dan nilai-nilai yang berkembang di PP PHI memunculkan watak kemandiriannya sendiri seiring dengan perkembangan zaman, sehingga fungsi pondok pesantrenpun bertambah. Pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga keagamaan, tetapi juga sebagai perkembangan masyarakat diberbagai sektor kehidupan, karena menghasilkan dua hubungan sekaligus yang dapat dilaksanakan, yakni hubungan dengan sang pencipta Allah SWT (Hablulminallah) dengan sholat Jum'at berjamaah, kemudian menjalin hubungan sesama manusia (Habblulminannas)". Maka hubungan antara kependidikan begitu erat kaitannya dengan kependudukan.

A. PERAN STRATEGIS PP PHI DAIAM PENYEBARAN AJARAN ISLAM

Sebagai lembaga pendidikan Islam, PP PHI memiliki berbagai macam unit pendidikan. Programnya mengacu kepada percetakan kader-kader generasi muslim yang berakhlak mulia, berilmu, beriman dan bertaqwa (EQ, IQ dan SQ). tujuannya menjadi kader siap pakai dalam menjawab tantangan zaman serta dinamika kehidupan masyarakat dimanapun mereka berada.

Dalam konteks lebih luas, PP PHI juga berperan sebagai benteng pengawal moral garda depan, khusunya dalam menjaga tradisi kepesantrenan yang luhur dengan nilai-nilai keteladanan, baik yang ditunjukkan oleh figur kiyai ataupun nilai-nilai agama yang diajarkan di pesantren. Apa jadinya jika PP PHI di Kuala Tungkal ini tidak ada?

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa peranan PP PHI begitu strategis fungsinya dalam penyebaran ajaran Islam hingga tersebar ke pelosok-pelosok desa, dan menempatkanya sebagai counter culture (budaya tandingan) demi tidak terjadinya alienasi budaya di tingkat lokal. Mengapa tidak, PP PHI adalah lembaga pertama dan tertua yang muncul di Kuala Tungkal, dan memiliki peranan dan pengaruh yang begitu penting dan cukup besar, dulu sekarang dan akan datang. Sehingga masyarakat di sekitar PP PHI tergolong religius yang sangat responsif terhadap pendidikan keagamaan. Karena itu lembaga pendidikan Islam PP PHI mempunyai satu tanggung jawab untuk mempertahankan kelangsungan masyarakat sehingga menjadi benteng ketahanan keimanan dan ketakwaan umat. Sehingga keberadaan PP PHI menjadi sarana pengembangan dakwah Islamiyah.

Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, pesantren pada mula merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, didirikan oleh ulama dan para wali. Tujuan pendidikan pondok pesantren pada berdirinya dititik beratkan untuk menyiapkan tenaga muballigh dan guru-guru agama Islam kepada pengikutnya dengan mempergunakan sumber-sumber asli al-Qur'an dan al-Hadits serta kitab-kitab berbahasa Arab “kenangan ulama” terdahulu.

Sebagaimana diketahui bahwa PP PHI, di samping dikenal sebagai lembaga yang berperan dalam upaya peningkatan pengetahuan agama Islam (tafaqquh fiddin) dan penyebarluasnnya (da'wah Islamiyah) yang handal, juga berperan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat yang sangat membantu dalam pembangunan nasional, yang kesemuanya itu bertujuan untuk menyebarkan syariat Islam.

Pesantren diharapkan mampu melahirkan alumni yang kelak mampu menjadi figur agamawan yang demikian “tangguh” dan mampu memainkan dan membiaskan peran propetiknya pada masyarakat secara umum. Artinya, akselerasi mobilitas vertikal dengan penjejalan materi-materi keagamaan menjadi prioritas untuk tidak mengatakan satu-satunya prioritas dalam pendidikan pesantren. Menjadikan pendidikan agama sebagai prioritas ini didasarkan pada semangat ibadah yang menjadi motivasi pendirian pesantren.

Pendidikan dalam ajaran Islam memiliki fungsi membangan akhlakul karimah, sementara pendidikan nasional hanya mendorong siswa untuk lulus dengan prestasi angka. Ilmu pengetahuan di pesantren ditempatkan menjadi sarana, sedangkan tujuannya adalah akhlakul karimah.

Dari latar belakang historis dan nilai-nilai yang berkembang di PP PHI memunculkan watak kemandiriannya sendiri baik dalam fungsi utamanya sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, maupun dalam fungsi sosialnya sebagai sebuah subkultur. Sebagai subkultur, PP PHI dianggap mampu mempertahankan nila-nilai kehidupan tersendiri untuk dapat memposisikan dirinya sebagai miniautur masyarakat ideal dan lebih tinggi manakala dianggap telah mampu.

Berada di lingkungan PP PHI ini, sulit bagi kita untuk membedakan mana yang santri, mana ustaz/kiyai dan mana penduduk sekitar, karenakondisi dan budaya masyarakat sekitar, yang begitu lekat dan menyatu dengan aktivtas sehari-hari di pondok. Letak bangunan yang dekat dengan perumahan penduduk sekitar.

Hingga saat ini masyarakat disekitar PP PHI adalah masyarakat yang agamis religius, status sosialnya cukup baik. Hal ini memberikan dukungan pada perkembangan PP PHI ke depan. Indikasinya antara lain banyak masyarakat sekitar yang menyekolahkan anaknya ke sana, ikut aktif dalam berbagai kegiatan dari latar profesi mereka yang beragam. Mayarakat sekitarpun begitu mendukung keberadan PP PHI ini, dengan memperbolehkan sebagian santri untuk tinggal di rumah mereka.

B. PERAN STRATEGIS PP PHI DALAM PERLAWANAN TERHADAP PENJAJAH

MHI, sejak zaman kolonial Belanda merupakan salah satu diantara sekian banyak pesantren yang ikut berjuang mengusir penjajah dari bumi nusantara tercinta. Hal ini dapat dibuktikan pada waktu tentara Belanda melancarkan agresi milter keduanya di tanah Tungkal.

Sejarah mencatat, lembaga pendidikan pondok pesantren berandil besar dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa dan negara. Bahkan di masa revolusi fisik, para ulama dari kalangan pesantren menjadi pihak terdepan dalam melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Tidak diragukan lagi, bahwa peranan PP PHI begitu strategis terlebih lagi dalam masda perjuaangan melawan penjajah.

Peranan PP PHI di masa lalu kelihatan yang paling menonjol adalah dalam menggerakkan, memimpin, dan melakukan perjuangan dalam rangka mengusir penjajah. Hal inilah yang dilakukan oleh pendiri PP PHI dan para muridnya dalam mempertahankan Tanjung Jabung untuk mengusir para penjajah. Dengan adanya PP PHI, banyak sekali bermunculan dan menciptakan para pejuang tangguh tatkala itu, karena orang-orang pesantren adalah orang Islam yang imannya dapat diandalkan; iman cara Islam yang mereka miliki itu tidak dapat menerima adanya supremasi seseorang, golongan atau bangsa atas seseorang, golongan atau bangsa lain. Penjajahan dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dalam ajaran Islam. Karena hal itulah maka mampulah masyarakat Kuala Tungkal untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak sanggup dilaksanakan yaitu perjuangan melawan penjajah. Karena selain terlibat dalam dalam perjuangan fisik melawan penjajah, PP PHI juga ambil andil dalam proses pendirian Tanjung Jabung ini.

Kehadiran PP PHI tak pelak membuat pemerintah kolonial Belanda ketakutan dengan berdirinya, karena mereka beranggapan bahwa PP PHI nantinya akan melahirkan orang-orang yang membangkang terhadap kolonial. Diakui secara umum, bahwa PP PHI telah menjadi benteng perlawanan terhadap penjajah dan telah melahirkan tokoh-tokoh terdepan yang bersifat non-kooperatif terhadap penjajah dan antek-anteknya yang jauh sama sekali dari pengaruh pemerintah kolonial. Akan tetapi dari sisi lain PP PHI semakin menampakkan fungsinya yang strategis untuk menggalang masyarakat secara massal untuk mempertegas keislamannya melawan penjajah yang di mata mereka adalah orang-orang kafir.

Semua itu tidak terlepas dari perkembangan agama Islam Tanjung Jabung dan sejarah berdirinya Kuala Tungkal serta perjuangan fisik rakyat Tanjung Jabung dalam mempertahankan nusa dan bangsa karena banyaknya orang-orang yang keterkaitan langsung dalam pembangunan dan perkembangan PP PHI. Karena tidak salah kalau dalam sejarah disebutkan bahwa pesantren memiliki kontribusi yang luar biasa baik zaman penjajahan maupun pasca kemerdekaan yang berfungsi untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, para santri berstatus sebagai dai sekaligus pejuang sebagai ujung tombak mempertahankan kemerdekaan.

Terdapat bukti-bukti sejarah bahwa tidak sedikit putra terbaik Tanjung Jabung tempat di tempa dari PP PHI. Mereka tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik melawan bangsa penjajah, tetapi turut juga ambil bagian dalam mempertahankan dan mengisi era kemerdekaan bersama-sama dengan masyarakat lainnya.

C. PERAN STRATEGIS PP PHI DALAM PROSES PEMBANGUNAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DALAM PEMBENTUKAN JARINGAN TRADISIONAL ISLAM

Benih-benih pembentukan jaringan tradisional ulama dimulai dari lembaga pendidikan Islam pesantren. Anak-anak ulama yang akan menggantikan ayah mereka, dikirim ke pesantren yang dipimpin oleh kawan karib. Terlebih lagi, sudah barang tentu zuriyât dari pendiri/pemerakarsa PP PHI itu sendiri yang mayoritas mereka pernah mengenyam pendidikan di PP PHI ini sejak mulai berdirinya. Dengan demikian sistem kekerabatan antar keluarga besar PP PHI beralangsung seumur hidup karena mempunyai diri khas kesetiaan santri kepada para guru yang pernah mendidik dan megajarkan mereka ilmu pengetahuan. Hingga sekarang telah banyak di antara zuriyât yang pernah mengenyam pendidikan itu telah menjadi ”orang” dan menjadikan masyarakat lain ”orang” pula sehingga memiliki masa depan sesuai dengan harapan. Hal ini berlanjut secara turun temurun yang berfungsi sebagai pemelihara dan pengayom umat.

Hubungan sosial yang dibangun dalam pesantren, baik antara guru dan santri atau antara guru, santri dengan pimpinan PP PHI, terorgnisir sedemikian rupa sehingga setiap keluhan dari santri dan dewan guru selalu disampaikan kepada pimpinan. Demikian pula, antara guru dengan guru terjalin hubungan kerjasama yang harmonis. Sedangkan di kalangan santri, hingga kini lembaga tersebut masih memegang peranan yang menentukan dalam masyarakat.

Peran penting pondok pesantren PP PHI dalam proses pelaksanaan pembangunan sosial di sektor pendidikan secara khusus tidaklah senantiasa berada pada titik konstan, tetapi juga mengalami pasang surut. Seperti contoh ketika PP PHI masih menjadi satu-satunya kiblat pendidikan agama Islam Tanjung Jabung pertama, peran lembaga pendidikan dengan kiyai sebagai figur tokoh informalnya memiliki posisi dan peran yang sangat menentukan. Tetapi ketika dunia pendidikan semakin dipenuhi oleh lembaga pendidikan modern (seperti SMP dan SMA) yang menawarkan keuggulan sistem pendidikan, kurikulum yang terprogram secara sistematis, SDM pengajar yang handal, dan pengelolaan profesional, semakin menggeser keberadaan PP PHI.

Lembaga ini memikul tanggung jawab moral dan ide terhadap kehidupan dan perkembangan pendidikan Islam untuk kepentingan umat. Pendiri PP PHI menempatkan peranan dan program pendidikan agama sebagai prioritas utama, sebab dianggapnya mampu untuk memberikan nilai tambah terhadap peningkatan kualitas keimanan umat.

Dengan penelusuran seperti ini, akan kita temui bahwa kehidupan para santri ternyata mempunyai dinamikanya tersendiri. Sebagai suatu kelompok masyarakat, mereka tidak bisa tidak terlibat dalam proses sosiologis. Setiap yang terjadi di dalam dirinya akan membawa pengaruh ke luar. Sebaliknya lingkungan masyarakat besarnya yang terus berubah akan membawa perubahan keadaan dirinya. Kaum santri adalah bagian sah gerakan pembangunan.

Dari pesantren inilah lahir suatu lapisan masyarakat dengan tingkat kesadaran dan pemahaman agama Islam yang relatif utuh dan lurus, memang lembaga pesantren pada tahap-tahap pertama lebih banyak memfokuskan perhatiannya pada upaya pemantapan iman. Masyarakat agamis, misalnya Islam yang mewariskan sikap seperti berhati-hati dengan apa saja yang menjadi hak diri pribadi dan hak orang lain. Demikian berbagai kekhasan yang menjadi ciri suatu kelompok atau masyarakat akan mewariskan pola prilaku yang berbeda dengan masyarakat lainnya.

Dari situ pesantren memiliki misi tersendiri untuk mentransformasikan nilai-nilai tersebut ke dunia luar, baik melalui program pengabdian masyarakat maupun lulusan yang telah kembali ke kampung halamannya.

Proses transformasi yang secara terus menerus dilakukan oleh PP PHI telah membuahkan hasil Islamisasi yang secara perlahan tetapi pasti, baik di lingkungan sekitar pesantren maupun di daerah asal seorang santri ketika ia telah kembali ke kampung halamannya. Pada gilirannya PP PHI telah mampu memperkenalkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin, tidak hanya kepada komunitas santri sendiri tetapi juga kepada masyarakat sekitar.

Berikut Beberapa aspek kehidupan masyarakat yang berkembang di pondok pesantren PHI.

a. Pendidikan agama dan pengajian kitab

Pendidikan agama melalu pengajian kitab yang diselenggarakan oleh PP PHI adalah komponen kegiatan utama atau pokok dari pondok pesantren. Dari segi penyelenggaraannya, diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan kiyai atau pengasuh pondok pesantren, maksud pengajian ini terutama adalah untuk mendalami ajaran-ajaran Islam dari sumber asli (kitab-kitab kuning) yang terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon ulama sebagaimana misi pondok pesantren.

b. Pendidikan dakwah

Pendidikan dakwah, seperti halnya pendidikan agama (pengajian) merupakan salah satu pokok penyelenggaraan pondok peasantren. Bahkan, seperti yang telah diungkapkan di atas, pondok pesantren dapat berfungsi sebagai lembaga keagamaan yang menyebarkan ajaran Islam misalnya dengan mengadakan latihan muhadharah untuk menciptakan kader-kader pendakwah.

c. Pendidikan formal

Pendidikan formal diselenggarkan dalam bentuk madrasah atau sekolah umum serta sekolah kejuruan lainnya. Dengan mengembangkan dan membina pendidikan formal di pondok pesantren, diharapkan lulusan pondok pesantren, di samping pengetahuan agama dan skill praktis yang mumpuni, juga memiliki pengetahuan akademis yang bermamfaat bagi kehidupan dikemudian hari.

d. Pengembangan masyarakat

Pengembangan masyarakat di lingkungan pondok pesantren diselenggarkan mengingat potensi dan pengaruh pondok pesantren yang luas dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pondok pesantren sangat baik dalam pengembangan dan pembangunan masyarakat sekitar pesantren.

e. Penyelenggaraan kegiatan sosial

Penyelenggaraan kegiatan sosial yang diselenggarakan pondok pesantren merupakan kegiatan yang sangat penting dikembangkan.

Demikian juga dalam upaya pengembangan masyarakat sekitar pondok pesantren dengan berbagai kondisi sosial dan ekonomi yang dipandang mampu melakukan pengembangan melalui lembaga yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan yang dapat dilakukan PP PHI terhadap masyarakat adalah yang menyangkut aspek kehidupan beragama seperti santrinya menjadi mudim (“Kaum” orang Kuala Tungkal menyebutnya; penunggu mesjid) tentu tidak hanya sebatas itu, muballigh atau da'i, qori', khaththath, terlebih lagi, yang mana masyarakat meminta kepada para kiyai/ustaz untuk tenaga khatib, bilal dan imam, tentunya mereka yang mempunyai kemampuan di bidang agama. Pada umumnya, para ustaz telah ada jadwalnya masing-tnasing secara rutin sebagai petugas syara' pada mesjid yang ada di wilayah di Kuala Tungkal khusunya, dan yang berasa di desa-desa pada umumnya, juga di instansi pemerintah.

Masyarakat agamis, misalnya Islam yang mewariskan sikap seperti berhati-hati dengan apa saja yang menjadi hak diri pribadi dan hak orang lain. Demikian berbagai kekhasan yang menjadi ciri suatu kelompok atau masyarakat akan mewariskan pola prilaku yang berbeda dengan masyarakat lainnya.

D. PERAN STRATEGIS PP PHI DALAM MENTRANSFORMASI ILMU PENGETAHUAN DALAM MENCIPTAKAN KADER INTELEKTUAL DAN SDM YANG BERKUALITAS

Sepanjang sejarah tradisi Islam, ulama telah mengabdi sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab atas penyebaran ortodoksi Islam terhadap generasi Islam selanjutnya. Mereka menguasai pendidikan di madrasah, memegang kekuasaan tertinggi dalam penafsiran al-Qur’an dan al-Hadits, dan sering pula muncul sebagai pimpinan sosial politik.

Untuk dapat memainkan peran edukatifnya dalam penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, mensyaratkan agar pesantren terus meningkatkan mutu sekaligus memperbaharui model pendidikannya. Sebab, model pendidikan pesantren yang mendasarkan diri pada sistem konvensional tidak akan banyak cukup membantu dalam penyediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi integratif baik dalam penguasaan pengetahuan agama, pengetahuan umum, dan kecakapan teknologis.

Upaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan guru-guru, dosen serta laboratorium-laboratorium sains dan teknologi yang mahal. Masyarakat pesantren dan madrasah adalah masyarakat pedesaan yang sangat miskin. Tidak mungkin mereka dapat menyediakan sendiri kebutuhan educational resources yang mahal tersebut, terutama penyiapan guru-guru, sains dan teknolgi adalah fenomena modern dan berakar di perkotaan. Tidak mungkin masyarakat pesantren menggapai ke atas, keperkotaan. Proses yang benar ialah, educational resources dalam sains dan teknologi tersebut harus mengalir dari perkotaan ke pedesaan. Dalam hal mendirikan Islam, pesantren dan madrasah mampu mandiri karena biaya pendidikan Islam murah dan mampu mereka jangkau. Selain itu karena mayoritas mereka adalah dari masyarakat kalangan menenaga ke bawah, mungkin pembanguan PP PHI akan tersendat-sendat karena kekurangan biaya. Semoga semua bisa diatasi.

Sebagaimana dikatakan, pembanguanan tidak akan berjalan tanpa dana untuk biaya pembangunan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pembangunan PP PHI yang berkesinambungan tentunya disini harus adanya peranan pemerintah, dermawan dan para alumni yang telah berhasil.

Seiring dengan gegap gempita dan kompetisi sistem pendidikan yang ada, di samping orientasi mencari kerja di kalangan alumni pesantren, pesantren mulai berfikir untuk merespons proyeksi mencari kerja di kalangan alumninya.

Sekarang PP PHI-pun masih bersikukuh kuat “bahwa ia masih tetap seperti yang dulu” dengan menciptakan lulusan yang berkualitas “siap pakai” dan meningkatkan jumlah dari aspek kuantitas jumlah santrinya. Walaupun tidak dapat dipungkiri, banyak sekali hambatan yang dilalui.

0 komentar:

Posting Komentar